
proposal
Membicarakan masalah proposal pasti langsung membuat saya teringat pengalaman saat pertama kali harus mengantar proposal untuk mencari dana.
Kegiatan ini sudah biasa dilakukan para mahasiswa yang ingin melakukan kegiatan tapi tidak punya budget. Anggap saja ini salah satu cara ‘mengemis’ profesional kepada perusahaan dan instansi terkait yang dianggap bisa menyokong dana.
Selain tujuan pembuatan proposal untuk mencari dana, proposal dibuat sebagai pedoman rancangan sebuah kegiatan. Dalam proposal, pembuat harus bisa menjabarkan manfaat dan urgensi acara yang biasanya dijabarkan pada bagian latar belakang diselenggarakannya acara. Pembuat proposal juga harus jeli menentukan sasaran peserta kegiatan sehingga akan terlihat skala acaranya. Dengan adanya proposal, panitia lebih mudah untuk menentukan tahap-tahap yang harus dilakukan untuk menyukseskan sebuah acara. Dengan susunan kepanitian yang ada dalam proposal, panitia juga lebih mudah dalam mengorganisasi pihak-pihak yang terlibat. Selain itu, dalam proposal juga terdapat nama-nama penanggung jawab setiap bagian sehingga mempermudah panitia mengontrol kinerja tim yang terlibat. Dalam proposal juga ada bagian perkiraan pembiayaan acara. Pembuat proposal atau panitia akan menghitung dengan tepat kebutuhan apasaja yang harus dibelanjakan. Panitia dengan modal awal yang ada akan berusaha keras agar mendapatkan kekurangan dana agar acaranya tidak mengalami kekurangan dana. Bahkan, sebisa mungkin panitia akan berharap mendapatkan kelebihan dana dari acara tersebut.
Sebenarnya ada banyak cara bagi mahasiswa untuk mencari dana selain mengandalkan proposal seperti misalnya: menjual souvenir, garage sale, jualan kue, mengadakan bazar dan lain-lain. Tapi sayangnya cara seperti ini kurang efektif untuk mendapatkan dana yang cukup besar. Alhasil tetap saja menyebar proposal adalah tindakan wajib untuk menyelamatkan rencana kegiatan agar berjalan sesuai rencana.
Nah, waktu itu saya yang masih mahasiswa baru di Sastra Jerman diajak para kakak kelas merancang acara untuk jurusan. Waktu itu kami masih sangat minim pengalaman dan sama sekali tidak punya gambaran mau dibuat seperti apa acara ini. Tahu nggak, waktu itu jurusan ini masih baru 2 dua tahun berdiri. Cuma ada angkatan saya dan angkatan kakak kelas! Jadi bisa dibayangkan kami benar-benar merintis dari awal.
Learning by doing. Cara terbaik untuk belajar adalah terjun langsung di lapangan. Langkah awal yang kami lakukan waktu itu jualan barang ke dosen dan mahasiswa tapi yaa seperti yang sudah bisa diprediksi, penghasilan dari jualan ini tidak nyampai 30% dari total dana yang dibutuhkan. Apalagi kami memang tidak punya basic jualan dan ilmu marketing, hanya mengandalkan asal kenal dosen dan teman kampus todong aja untuk beli. Bener-bener polos euy. Haha..
Saat aktifitas jualan tidak bisa dijadikan andalan untuk untuk mencari dana maka jurus kedua kami memakai proposal. Berhari-berhari kami mencari contoh, merancang dan mengemas proposal agar bisa menarik perhatian para donator. Kami list satu persatu di mana saja instansi dan perusahaan yang sekiranya bisa dimintai uang. Hingga akhirnya kami dibagi menjadi beberapa kelompok dan siap turun ke jalan.
Perjalanan di lapangan ternyata tidak mudah. Pontang-panting kami kesana kemari mencari sponsor. Tidak semua instansi dan perusahaan bisa menerima dengan baik. Banyak juga dari mereka yang memandang kami dengan sinis seolah kami peminta sumbangan keliling yang suka meresahkan warga itu. Hehe..
Ruang dosen berubah jadi tempat curhat dadakan. Isi rapat panitia dari hari-ke hari tidak jauh-jauh dari fakta ternyata mencari uang itu tidak semudah move on darimu, Ferguso!
Sempat pesimis but show must go on. Mau mundur nanggung karena sudah terlanjur banyak energi yang dicurahkan. Kadang sempat mikir juga ngapain saya ikutan kegiatan begini bikin capek aja. Haha… Tapi kami tidak mungkin lagi mundur.
Namun ternyata saya menyadari ada hal berharga di dalamnya. Pengalaman di lapangan selama berhari-hari mampu mengajarkan saya tentang seni berkomunikasi yang lebih luwes.
Memang dalam penyampaian proposal, bahasa yang harus digunakan harus informatif, argumentatif, dan persuasif.
Informatif maksudnya isi proposal harus jelas dan bahasa yang disampaikan pun harus lugas/mudah dipahami.
Argumentatif maksudnya proposal harus disampaikan dengan data yang meyakinkan sehingga sponsor akan yakin mendukung keberlangsungan acara. Persuasif maksudnya proposal harus disampaikan dengan sedemikian rupa sampai pihak sponsorship terpengaruh untuk mau membantu acara yang ditawarkan.
Untuk itu, tak heran banyak pengalaman setelah mempresentasikan proposal di banyak tempat. Di sini saya jadi mengenal dan belajar cara bernegoisasi yang kelak ternyata sangat berguna saat saya sudah lulus dan terjun di dunia nyata.
Pengalaman berorganisasi membuat saya menjadi lebih matang dan tidak canggung saat berhadapan dengan berbagai karakter manusia. Satu hal yang pada akhirnya saya syukuri hingga saat ini.
Akhirnya di detik-detik terakhir saat kami sudah mulai putus asa, satu persatu bantuan datang, bahkan untuk pameran kami mendapat banyak sekali buku yang dikirim langsung dari negara Jerman.
Alhamdulillah, acara sukses walau dengan segala keterbatasan. Kini acara itu menjadi acara tahunan yang terus dilestarikan. Acara itu bernama Deutche Tage.
Semakin lama konsep acara semakin terlihat matang dan lebih baik. Good job for adik kelas. Senang rasanya saat apa yang kita rintis ternyata terus dilestarikan hingga bertahun-tahun kemudian.
Sekarang saya sudah menikah dan yang pasti sudah bukan mahasiswa lagi. Saya sempat terkejut dan surprise saat salah satu panitia menghubungi agar saya kembali terlibat di acara Deutsche Tage. Belasan tahun (iya, betul!) saya yang sudah berhibernasi dari dunia kampus ini kembali diajak menjadi bagian di dalamnya.
Suatu kehormatan bagi saya saat adik kelas yang tidak saya kenal karena terpaut jarak waktu yang jauh itu meminta saya menjadi salah satu juri dari 13 lomba yang diikuti siswa SMA se-Jawa Bali. Ah, senang rasanya bisa mengenang moment seperti ini. Ada banyak cerita yang tak habis ditulis. Ada banyak kisah yang akan terus saya simpan.
Baca juga: Pandemi Dan Hal-Hal Luar Biasa Dalam Hidup Saya
10 Comments. Leave new
Alhamdulillah bermanfaat
Memang yo Mbak…klo urusan cari dana bakal bikin puyeng, aq juga gitu dulu. Jadinya pas ada mahasiswa ngajuin dana,,,duh…harus kasihlah, karena daku tahu betapa lelah kerja mereka. Tetap ada pembelajaran dibalik itu semua dan yang pasti hikmahnya juga banyak. Selamat sudah jadi juri Mbak Santi, keren.
Aku dari dulu belom pernah masuk dalam kepanitiaan untuk cari dana lewat proposal. Tapi pengalaman mba Santi memang kereen
Aaah jadi nostalgiaa. Ncen gregetno ya mba nggolek dana dari propisal apalagi kalo ditolak..baperrrr wkwkw. Tapi di situ sih seninya
Kalo dapet dananya bisa bikin nagih haha. Aku sampe sekarang masih ngajuin proposal buat event organizer bareng ibu2 yg lain. Dan tantangannya adalah saat negosiasi sambil bawa anak! 😆
Luar biasa nih pengalaman mbak Santi, Mengingatkanku pada saat jadi mahasiswa dan harus cari dana juga untuk kegiatan kampus, hehehe. Membuat saya yang awalnya pemalu menjadi muka tebal, wkwkwk
Mba kayake aku pernah baca artikel ini. Apa di-rewrite? Tapi keren pengalaman mba Santi cari dana untuk bikin acara. Bisa dong sekali waktu klu kita bikin acara mba yg jadi sie dana. Hihi
Waktu aktif di HMJ sempat juga sih Mbak bantuin kirim proposal ke sejumlah perusahaan atau bisnis. Kebanyakan ditolak haha, tapi masih terkenang hingga sekarang. Yang jelas, kegagalan itu lantaran mahasiswa belum banyak dipercaya oleh unit usaha utk mengemban bantuan berupa uang, apalagi yang besar. Bantuan yang didapat paling berbetuk buku atau media promosi lain seperti produk sponsor. Pas ngobrol ma staf bank BUMN malah diceramahi, pulang ga bawa apa apa. Namun dapat ilmu juga kayak nulis proposal yg lebih informatif dan ga mudahnya jalanin usaha.
Keren, Mbak, masih diminta menjuri padahal dah lulus belasan tahun alias udah tuwir wkwkwk. Terbukti Mbak Santi punya kompetensi. Bangga dong bisa dimuliakan junior. Dulu aku malah ikutnya tambahan Perancis, ga ambil Jerman. Dua-duanya belum pernah sih, pas SMA aku ambil Jepang.
duh jadi kangen masa sekolah buat persiapan pensi :”)
kalau nyari dana seperti ini jadi inget jaman kuliah di malang dulu, di BEM meskipun cuma sebentar, dan ikut kepanitiaan di bagian humas, wara wiri sana sini, seru dan buat pengalaman.
wah, kuliah di malang juga? di kampus mana kak? jangan-jangan sealmamater nih