Satu pertanyaan membuat saya tertegun, “Kapan terakhir kali Anda menanam pohon?” Pertanyaan itu seakan kontradiksi dari pembakaran hutan yang seringkali mondar-mandir di layar televisi. Tapi pertanyaannya kenapa harus pohon?
Ada banyak cara menjaga bumi ini agar tampak tetap indah. Mulai dari meminimalisir penggunaan plastik, mendaur ulang sampah atau memakai barang-barang yang ramah lingkungan. Tapi pernahkah kita berpikir darimanakah oksigen yang kita hirup setiap hari? Apa yang terjadi jika tetiba kita tak lagi bisa menghirup oksigen secara bebas, lalu tergantung pada alat-alat buatan manusia sebagai penopang hidup? Pasti bukan sebuah pilihan yang menyenangkan.
Memangnya darimana datangnya oksigen? Semenjak kita SD para guru sudah mengajarkan bahwa oksigen berasal dari pohon-pohon yang tertanam di seluruh permukaan bumi. Pohon-pohon ini pun turut menyegarkan udara dengan cara menyerap karbondioksida yang bebas berpendaran di udara dan berbahaya bagi manusia.
Lalu jika oksigen berasal dari pohon-pohon maka beruntunglah manusia yang semenjak hidupnya walau hanya sekali pernah menanam pohon. Setidaknya ia pernah menyumbangkan oksigen bagi manusia atau makluk hidup lain yang menghirupnya. Udara itu terhirup ke dalam paru-paru lalu bergerak ke seluruh tubuh dan menjadi komponen penting dalam kelangsungan hidup makhluk hidup. Siapa yang menanam pohon sejatinya ia adalah pelestari kehidupan itu sendiri.
Satu pohon rindang mampu menghasilkan oksigen untuk menghidupi sepuluh manusia selama setahun.
Ya.
Satu pohon.
Sepuluh manusia.
Selama setahun.
Tidakkah fakta ini tidak membuat kita berpikir betapa mulia mereka yang menanam pohon tanpa pernah berharap menikmatinya sendirian?
Lalu pernahkah kita bertanya pada diri sendiri, siapakah yang menanam pohon-pohon yang kita hirup oksigennya itu? Bisa jadi orang-orang itu telah meninggal tanpa pernah melihat pohon yang ditanamnya. Bisa jadi sebuah benih terbawa angin lalu jatuh ke tanah, atau burung-burung, serangga kecil melemparkannya begitu saja ke tanah dan menjadi penyebab tumbuhnya sebuah pohon.
Pertanyaan selanjutnya: Pantaskah kita menghirup oksigen dari pohon yang tidak pernah kita tanam sendiri?
Maka sabda Nabi Muhammad yang terlontar sekitar seribu empat ratusan yang lalu kini menemui relevansinya,
“Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah dan amal jariah yang tiada putusnya”.
Tetiba saya berpikir, ah jika saja menanam pohon menjadi sebuah gaya hidup modern nan prestise menggantikan gaya hedonis libidinal yang seringkali menganggap alam bukan sebagai teman tetapi sebagai alat ‘kepentingan’.
Al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya:
“Bercocok tanam termasuk fardhu kifâyah. Imam (penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan yang semakna dengan itu, seperti menanam pohon”.
Sebuah perubahan semestinya dimulai dari sendiri. Sekecil apapun sebuah kontribusi pada bumi tercinta pasti akan berguna. Semua tak ada yang luput dari pengamatan-Nya. Pun tak ada satu amalan yang sia-sia walau sekecil debu sekalipun. Al Qur’an telah melukiskannya dengan indah di surat QS. Luqman: 16
(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.
Indonesia negeri penuh berkah dengan banyak pohon dan buah. Bagi seseorang yang pernah tinggal di luar negeri pasti menyadari betapa kayanya negeri ini. Tanah seberang tak sesubur Indonesia, pun tak sekaya negara kita. Namun seringkali kita tak menyadari bahkan tangan-tangan kita sendirilah justru yang merusaknya seolah kita ini raja yang boleh berlaku apa saja. Seolah alam tidak akan mampu membalas perbuatan manusia. Dan saat kita tersadar, semua sudah terlambat. Alam marah dan berbalik arah menjadi musuh manusia yang paling mengerikan.
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar mereka merasakan sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar Rum:41)
Tak perlu bombastis. Mencintai bumi bisa melalui tindakan kecil namun nyata. Saat musim buah tiba, semua panen dan menikmati buahnya. Setiap saat selalu ada buah yang kita konsumsi. Langkah kecil yang bisa kita lakukan jangan pernah membuang biji dari buah yang habis kita makan itu di tempat sampah.
Jangan.
Tempat sampah bukanlah akhir yang tepat bagi sebuah calon pohon.
Buang biji sisa buah yang kita makan itu di tanah. Sekenanya saja. Maka biji itu akan menemukan cara untuk hidup. Akar-akarnya akan tumbuh dan menguat. Kita tak pernah tahu biji yang kita lempar sembarangan itu suatu saat akan menjadi pohon-pohon yang mampu menyuplai oksigen bagi sekitar.
Pohon-pohon dari biji yang dibuang sekenanya itu bisa jadi akan menjadi tempat yang menyenangkan bagi burung-burung yang ingin sekedar melepas lelah sehabis terbang mencari makan. Ah, tanpa sengaja pahala akan terus mengalir tanpa kita sadari. Bahkan bisa jadi kita telah lupa tentangnya. Namun kebaikan akan terus tumbuh dan catatan amal bertambah begitu saja dari sebuah upaya yang begitu sederhana.
Anas Ra berkata bahwasannya Rasulullah Saw bersabda:
“Tidaklah seorang muslim yang menanam suatu tanaman baik tanaman tahunan atau tanaman musiman, lalu tanamannya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang melainkan hal itu merupakan sodaqah bagi penanamnya.”
Sebaliknya apa yang terjadi jika kita membuang sisa biji itu ke tempat sampah? Jika masih bisa dimanfaatkan sebagai pupuk atau hal yang berguna lainnya mungkin tak masalah. Namun bagaimana jika di tempat pembuangan akhir calon benih itu dibakar bersama campuran sampah-sampah plastik dan buangan yang lain?
Rasullullah Saw sendiri pernah memerintahkan agar kita menanam pohon walaupun esok hari kiamat. Jika dengan itu kita mampu berbuat kebaikan, kenapa tidak? Bukankah dengan menanam pohon kita telah ikut berkontribusi menyumbang oksigen di bumi yang indah ini?
Sebuah kehormatan bagi manusia seandainya ia masuk ke dalam catatan sebagai pembawa manfaat bagi sesama. Bukankah menyenangkan saat kita menerima hadiah yang tak diduga? Begitupun nanti di akherat pasti akan menyenangkan saat ada amalan yang kita abai dan lupa ternyata menjadi penolong yang berarti di saat kita benar-benar membutuhkan.
Jabir bin Abdullah Ra. Dalam HR.Muslim mengatakan Rasulullah Saw pernah bersabda:
“Tidaklah seorang muslim menanam suatu tanaman melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu menjadi sedekah baginya. Apa yang dicuri dari tanaman tersebut menjadi sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seseorang itu dikurangi melainkan sedekah baginya.”
Jangan sepelekan setiap perbuatan kecil karena kita tidak pernah tahu amalan mana yang bisa membawa ke surga. Bahkan jika hanya sekedar melempar sisa biji buah yang kita makan di sembarang tanah.
Nah, saya ulangi pertanyaanya: Kapan terakhir kali Anda menanam pohon? Jika lupa mulailah dari sekarang. Dan ucapkan selamat pada diri Anda beberapa tahun lagi karena Anda adalah satu satu kontributor penyumbang oksigen di bumi tercinta ini.
1 Comment. Leave new