Saat ditanya tentang kisah cinta entah kenapa saya ingin menulis dari sudut pandang yang berbeda. Jika hanya sekedar kisah cinta romantis antara lelaki dan perempuan rasanya saya sudah sering menulisnya. Kisah cinta merah jambu juga sudah banyak kita liat di drakor atau novel yang betebaran di luar sana. Saya ingin menulis kisah cinta dari sudut pandang seseorang yang sudah menjalani pernikahan empat belas tahun ini.
Membaca buku Cinta Sehidup Sesurga yang ditulis oleh Fahd Pahdepie, sukses membuat saya mikir keras akan visi misi pernikahan kami yang sudah jalan empat belas tahun ini. Ibarat sebuah perjalanan, kami telah melewati sebuah jalan panjang dengan bunga-bunga sekaligus kerikil tajam di sana-sini. Dulu saya sempat ragu bisakah jatuh cinta berkali-kali dengan orang yang sama? Kini, 14 tahun berlalu dan saya menjawab: bisa.
Visi misi dalam sebuah pernikahan ibarat kompas agar kita tak salah arah. Saat nahkoda mulai oleng dan penumpang mulai resah, visi misi adalah penyelamat. Visi misi menjaga kita agar tak kehilangan tujuan dan terjebak arus. Saya tak bisa membayangkan apa jadinya jika sebuah pernikahan tak memiliki visi misi karena ternyata cinta saja tidak cukup. Pernikahan tanpa visi misi ibarat kapal tanpa arah. Ngglambyar.
Visi misi hanya bisa dicapai saat dua sayap burung saling mengepak bersama. Bagamana mungkin seekor burung bisa terbang jika hanya memiliki satu sayap? Pernikahan adalah ibadah terpanjang dalam hidup. Betapa hal receh dalam pernikahan pun bisa bernilai ibadah, apalagi hal yang besar? Wow! Karena itu penting sekali memantapkan visi misi bersama agar perjalanan panjang ini menjadi menyenangkan.
Di tengah perjalanan, kadang visi misi ini suka ngilang dan terlupakan. Banyak juga yang akhirnya berubah arah karena keadaan. Karena itu penting untuk terus merefresh visi misi agar tak kehilangan arah. Salah satunya dengan komunikasi. Meski komunikasi tidak selalu berhasil tapi setidaknya di dalamnya ada negoisasi untuk mencari jalan tengah. Saat ruh kita dan pasangan sudah benar-benar dekat, komunikasi verbal tidak selalu dibutuhkan. Entah kenapa saya merasa suami mengerti apa yang saya inginkan tanpa saya harus meminta.
Meski komunikasi tidak selalu verbal, jangan gunakan alibi ini untuk menjustifikasi perasaan dengan kata-kata, “Ah, harusnya dia kan mengerti sendiri.” Big No! Suami bukanlah cenayang yang bisa meramal isi hati. Perempuan Indonesia kebanyakan (tidak semua) sering kali kesulitan mengungkapkan keinginan. Mereka lebih suka memberi kode dengan harapan suami bisa mengerti sendiri. Dan jika suami gagal memahami kode, maka istri langsung melabeli suami mereka dengan kata-kata ‘TIDAK PEKA’.
Dulu awal-awal pernikahan saya suka begitu. Hehe.. sekarang nggak lagi. Kini saya terbiasa mengatakan langsung apa yang saya suka dan tidak. Seorang teman bertanya, apa sih rahasia pernikahan yang bahagia? Saya mengernyitkan dahi karena setiap orang pasti punya resepnya sendiri-sendiri. Alasannya bisa sangat personal. Well, saya cuma bilang, “Married someone you can talk with.”
Saya dan suami terbiasa berdiskusi apapun mulai hal yang wow sampai yang receh sekalipun. Kami saling berbagi banyak hal mulai dari cerita-cerita konyol sampai kisah sehari-sehari yang membuat kami mengernyitkan dahi. Terkadang ia menanggapi, kadang hanya mendengar saja. Kadang balik bercerita kisah yang sama namun dari sudut pandang yang berbeda. Anak-anak tahu teman berbicara ibunya yang paling asyik adalah ayah mereka.
Suatu hari saya bertanya tentang surga Adn pada suami. Ia diam sejenak. Pandangannya fokus seakan sedang memikirkan sesuatu. Sedetik kemudian ia menjawab surga Adn adalah surga yang diperuntukan keluarga, suami istri dan anak-anak mereka. Mereka hidup bersama dengan saling mencintai. Cinta yang mereka bawa sejak hidup di dunia dan berakhir di Jannah-Nya.
Menarik. Ternyata cinta bisa abadi. Ah, rasanya kini sudah saatnya merefresh visi misi kembali. Ah, jangan bilang cinta sampai mati. Karena saat kita mati cinta masih bisa tetap hidup dalam hati. Bahkan cinta pun bisa abadi. Cinta pun bisa menembus langit, membawa pada Jannah.
Jika Anda bertanya tentang cinta pada saya bertahun lalu, mungkin jawabannya sudah berbeda.
Satu hal yang menjadi motivasi bagi kami dalam menjalani pernikahan adalah kesatuan visi dan misi bahwa cinta ternyata mampu menembus langit. Saya jadi teringat salah satu hadist ini:
Semoga cinta membimbing kita pada Ia Yang Tak Bermula.
1 Comment. Leave new