Apa sih yang ada di benak teman-teman saat mendengar kata penyakit kusta? Saat masih kecil saya menganggap kusta adalah penyakit aneh bahkan di daerah saya kusta masih dianggap kutukan. Hii ngeri ya. Namun anggapan itu berubah seiring bertambahnya usia dan ilmu.
Kusta sebagai penyakit yang tidak bisa diobati semakin terpatahkan dengan fakta yang dipaparkan dalam acara live streaming yang aku ikutin kemarin.
Beuntung banget bisa mendapatkan wawasan baru tentang penyakit kusta di acara you tube live streaming bersama KBR (Kantor Berita Radio) pada tanggal 12 April kemarin. Dengan tema Kolaborasi Pentahelix untuk Atasi Kusta, pemateri memaparkan banyak hal baru terkait fakta penyakit ini. Pematerinya keren lho ada Dr dr Flora Ramona Sigit dari Perdoski dan R Wisnu Saputra dari PWI Kab Bandung. Untuk Mom yang nggak sempat ikutan acaranya bisa langsung liat rekamannya di SINI.
Contents
Apa sih Penyakit Kusta itu?
Dari acara yang dipandu Mbak Ines Nirmala ini aku jadi tahu jika penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium Leprae. Penyakit ini memang berbahaya namun bisa disembuhkan jika penderita rutin melakukan pengobatan. Penderita kusta memang tidak bisa menyembunyikan ciri fisik yang diakibatkan penyakit ini oleh karena itu seringkali hal ini menjadi sebab penderitanya dikucilkan masyarakat. Bercak-bercak di kulit penderita dan rasa takut tertular membuat masyarakat enggan mendekat. Hal ini semakin membuat penderitanya terpuruk.
Bakteri ini sebenarnya tumbuh dengan lambat dan bisa menular lewat doplet di udara. Penularannya juga bisa melalui kontak fisik yang intens dengan penderita. Masyarakat yang ketakutan akan enggan dan berusaha menjauh dari penderita. Namun tak perlu khawatir. Penyakit ini bisa diobati dan tidak akan menular jika berbagai pihak berkolabolasi ikut mendukung dan pro aktif membantu mereka untuk sembuh.
Stigmatisasi dan Diskriminasi Kusta
Menurut keterangan yang disampaikan Dr dr Flora Ramona Sigit, kata ‘dokter’ berasal dari kata docere yang artinya mengedukasi. Jadi seorang dokter sebenarnya 11-12 dengan profesi wartawan yang tugasnya mengedukasi masyarakat tentang pentingnya hidup sehat dan bagaimana cara memperlakukan penderita. Dengan masih banyaknya orang-orang yang mendiskriminasikan penderita kusta maka tugas kita adalah memberi edukasi yang benar pada masyarakat bahwa penderita tidak perlu dijauhi.
Baca juga: Tips Bersepeda Di Masa Pandemi
Banyak para penderita kusta yang harus berjuang keras untuk bertahan hidup karena stigma masyarakat yang masih tidak berpihak pada mereka. Menurut Dr dr Flora, penderita kusta ini seringkali dalam hidupnya mengalami stigmatisasi dan diskriminasi. Hal ini membuat penderita kusta mengalami empat tekanan:
- Kesehatan Fisik, penderita kusta terlihat fisiknya berbeda dengan orang kebanyakan. Tubuh mereka cacat dan tak sempurna. Selain itu tubuhnya banyak terdapat bercak-bercak yang membuat orang enggan mendekat.
- Kesehatan Mental, banyak masyarakat yang masih enggan mendekat dan hal ini membuat penderita merasa terkucil. Kondisi ini tentu mempengaruhi psikis dan mengganggu kesehatan jiwanya. Padahal kondisi mental yang stabil saat penting untuk mempercepat proses penyembuhan
- Kesehatan Sosial, kebanyakan penderita kusta tidak mendapat tempat di masyarakat. Mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Ketakutan bahwa kusta bisa menular membuat mereka terjebak dalam pergaulan sosial yang terbatas.
- Kesehatan Spiritual, mereka juga tidak bisa beribadah di tempat-tempat umum karena ruang geraknya terbatas.
Kusta, Penyakit Menular yang Paling Tidak Menular
Dr dr Flora mengatakan jika penyakit kusta adalah penyakit menular yang paling tidak menular. Bagaimana tidak? Penyakit ini bisa menular namun tidak secepat penyakit lainnya. Butuh waktu lama antara 5-10 tahun jika penderita melakukan kontak intens secara fisik dengan orang lain. Namun kita tak perlu khawatir karena jika penderita melakukan pengobatan secara rutin maka penyakit ini tidak akan menular pada orang lain.
Nah, jika masyarakat memahami fakta ini maka mereka tidak akan mudah mendiskriminasikan penderita sehingga mereka lebih cepat sembuh. Namun memang tidak mudah untuk memberi edukasi pada masyarakat. Karena itu butuh kerjasama antar berbagai pihak seperti tokoh agama, pejabat publik dan pemerintah untuk mengkampanyekan bahwa penderita kusta tidak berbahaya dan bisa sembuh, asal rutin berobat.
Pentingnya Edukasi Masyarakat Tentang Kusta
- Wisnu Saputra, pemateri kedua dari dunia jurnalis menyampaikan pentingnya penanganan yang serius dari pemerintah dan juga para tokoh masyarakat untuk mengedukasi penyakit kusta. Indonesia sendiri ternyata menempati posisi sebagai negara dengan penderita kusta terbanyak ketiga di dunia. Wow! Dengan melihat kondisi ini tentu kita tak boleh menganggap sepele ya.
Di sisi lain diperparah dengan pemberitaan tentang kusta yang masih sangat minim. Penting bagi kita untuk turut serta membantu upaya kampanye ini agar penderita kusta tidak semakin terpinggirkan sehingga mereka bisa hidup layak seperti warga negara lainnya dengan lebih normal.
Dengan dukungan berbagai pihak maka banyak penderita yang bisa tertolong sehingga angka ini bisa ditekan. Kita juga bisa lho berpartisipasi dalam mengedukasi masyarakat lewat media sosial yang kita miliki. Selain itu penderita kusta sendiri harus ada upaya untuk sembuh. Kerjasama dari kedua belah pihak, baik dari penderita maupun pihak masyarakatan membuat hal ini cepat teratasi. Dr Flora kembali menekankan tanpa kolaborasi pentahelix (multipihak) sulit untuk mengatasi kusta di Indonesia.
Baca juga: Pandemi dan Hal-hal Luar biasa Dalam Hidup saya
Dengan kesadaran dan kerjasama berbagai pihak diharapkan saudara-saudara kita yang menderita kusta dapat sembuh dan bisa hidup normal kembali. So, kita tak bisa lagi abai pada lingkungan sekitar. Yuk, kita hapus stigma penyakit kusta!