
Fliyer Webinar Cang Nyiat Pan
Dulu, saat saya masih kecil, Cap Go Meh atau Cang Nyiat Pan dalam bahasa Singkawang adalah hari raya yang menyenangkan selain Idul fitri. Kue keranjang dan juga angpao menjadi kenangan yang akan selalu saya ingat meski telah dewasa. Setiap ulang tahun bahkan saya masih dimasakkan mie panjang umur. Hehe.. Kenangan imlek ini sudah pernah saya tulis di SINI.
Nah,saat tahu Aksara Pangan mengadakan Acara webinar bertajuk Seri Gastronomi Indonesia yang mengangkat tradisi Cap Go Meh saya tidak menunggu lama untuk segera mendaftar sebagai peserta.
Tradisi Cap Go Meh atau Cang Nyiat Pan Di Singkawang
Tradisi cap Go Meh atau Cang Nyiat Pan dalam bahasa Singkawang ini dilaksanakan di malam kelima belas bulan pertama dari Tahun Lunar Tionghoa. Acara yang dilaksanakan pada Tanggal 24 Februari 2021, pukul 19.00 WIB secara daring ini di pandu oleh Kak Pepy Nasution dengan para narasumber yang ciamik. Mereka mambuat saya seperti kembali ke masa lalu dan mengenang kembali saat-saat masih tinggal di pecinan. Narasumber ini antara lain:
Chef Wira Hardiyansyah, Food Heritage Educator. Baginya masakan Indonesia itu perwujudan asimilasi budaya timur dan barat. Kalo jaman sekarang istilahnya fushion food. Fushion food ini sudah terjadi bahkan di masa lampau. Inilah yang membuat khasanan kuliner Indonesia menjadi kaya dan begitu beragam. Chef Wira bisa ditemui di instagramnya @wirahardiyansyah2.0.
Tradisi kuliner Tionghoa ini masuk dan berasimilasi dengan budaya Indonesia di pulau Jawa pada masa Dinasti Han pada tahun 131 SM. Mereka bahkan menyebut nusantara dengan istilah “Huang Tse”. Fakta tentang ini bisa dibaca dalam salah satu buku Benny Setiono yang berjudul Tionghoa dalam Pusaran Politik.
Nama Tau-Hu atau Tahu bahkan sudah dikenal di Indonesia. Bukan hanya Tahu tapi juga saus, kecap, bihun, mie, soun, tauco, dan sebagainya. Bahasa teknik menggoreng atau menulis juga berasal dari Tionghoa. Masyarakat Indonesia asli sebenarnya kebanyakan hanya mengenal merebus dan menanak saja. Menumis dan menggoreng (zha) yang akhirnya diucapkan menjadi Cah, adalah hal baru bagi penduduk nusantara. Tradisi memasak menggunakan wajan merupakan hal baru bagi nusantara waktu itu.
Wah, saya nggak bisa bayangin nih seandainya nggak ada masyarakat Tionghoa pasti sekarang kita nggak kenal gorengan ya. Hehe..
Cap Go Meh aslinya rasanya tidak sekaya sekarang. Ketika bawang merah dari India dan bawang putih dari China ditemukan, maka sejak saat itu masakan menjadi kaya rasa. Bukan hanya Cap Go Meh, banyak makanan yang disajikan berasal dari akulturasi budaya seperti misalnya ronde, sajian tumpeng yang di dalamnya ada mie panjang umur menjadi bukti betapa fushion food sudah ada sejak dulu.

Tradisi Tatung dalam Cang Nyiat Pan (foto by Dr. Hasan Karman)
Pemateri kedua disampaikan oleh Dr. Hasan Karman, SH., MM. Beliau ini seorang peranakan Singkawang dan mantan walikota Singkawang periode 2007-2012. Beliau bisa ditemui di akun instagramnya @hasankarman. Dr. Hasan menceritakan bahwa Perayaan Cang Nyiat Pan di Singkawang mempunyai keunikan tersendiri. Masyarakat Singkawang mengenal kelompok “TATUNG” atau orang-orang yang kerasukan arwah dan mengenakan baju khas. Mereka berkeliling kota diiringi tabuh-tabuhan yang ramai dan menuju klenteng untuk sembahyang.
Masyarakat Singkawang mengajari anak-anak mereka untuk memasak sendiri. Hal ini dikarenakan jajan di luar merupakan hal yang dipandang tidak baik. Oleh karena itu bukan hal aneh jika kita menjumpai anak-anak di Singkawang pintar membantu orang tua mereka mengolah masakan. Bahkan saat anak-anak ini dewasa dan merantau ke rumah daerah, mereka membawa cita rasa kuliner ini ke tempat tinggal mereka yang baru.
Restoran di Singkawang akan mengingatkan kita pada masakan rumahan. Kepiting, udang galah dan sawi putih dipajang di depan etalase dengan begitu pengunjung akan memilih sayuran atau ikan yang digantung itu. Jika kita bingung maka bisa bertanya pada koki di restoran tersebut.
Pemateri ketiga, Chef Meliana Christanty, menuturkan cerita lain tentang kuliner Singkawang yang kaya. Chef Meli menuturkan ia belajar dari koki-koki rumahan, dari rumah, warung, pasar tradisional, hutan, sungai, rawa dan lahan gambut. Perempuan ini membuat kami mengenal kembali hidangan Singkawang yang lebih modern namun tetap otentik.

Sayang, kamera zoom di off nih gegara pas webinar Cang Nyiat Pan lagi gak enak badan
Menurut pemilik akun instagram @melianachristanty ini, di Singkawang ada acara makan besar saat perayaan Cang Nyiat Pan. Dalam makan besar ini terdapat 8 hidangan utama dan pendamping. Kue-kue beraneka rupa pun dihidangkan. Semua makanan ini dibuat dari bahan segar dan berkualitas bagus. Kue-kue dibuat dengan pewarna alami dan dimasak sendiri.Salah satu kue kering khas saat Cang Nyiat Pan adalah nastar. Selainya terbuat dari nanas alami buatan sendiri.
Dalam makan besar ini ada 10 Makanan utama yang dihidangkan. Diantaranya adalah sarang burung wallet. Cara membersihkan burung wallet ini tidak boleh sembarangan. Caranya ditaruh dalam wadah tahan panas dan direndam dalam air. Diberi gula batu, biji berry, daun gingseng dan lainnya. Kalau cara klasik dengan menggunakan metode double boiler. Metode ini untuk menghilangkan bau amis.
Bahan-bahan untuk masakan lainnya adalah kelopak ikan, rebung segar, teripang, udang galah, daging babi, bebek, ayam kampung dan berbagai jenis jamur. Bahan-bahan ini dipilih yang memiliki kualitas terbaik.
10 Hidangan Utama Cang Nyiat Pan
Seperti yang tulis sebelumnya ada 10 jenis hidangan di meja makan. Sebenarnya setiap keluarga memiliki menu khas sendiri-sendiri namun pada umumnya 10 jenis makanan ini selalu tersedia dalam setiap perayaan Cang Nyiat Pan. Berikut ini 10 hidangan itu:
- kan bodoh, disebut ikan bodoh tuh karena ikan ini diam saja atau malas gerak. Hehe.. lucu ya. Tidak hanya ikan bodoh, ada juga ikan bawal, ikan dorang dan ikan jelawat. Ikan ini diolah dengan digoreng menggunakan bumbu kunyit atau dikukus dengan bumbu jahe.
- Chiang mie atau sejenis misua yang dimasak tanpa kecap manis. Agar lebih berwarna bisa ditambahkan telor, wortel atau buncis yang dipotong korek api.
- Hekeng yang masak dengan saus kental rasa asam manis. Hekeng ini merupakan ciri khas Cap Go Meh
- Masakan Cah. Bisa menggunakan hebiaw, fish maw, bakso ikan atau teripang. Kemudian ada Sam chan. Sam chan ini dari daging babi namun sekarang bisa disubsitusi dengan ayam kampong.
- Tek Sun atau rebung yang ditumis dengan daging. Rebung ini dipilih yang segar dan berkualitas baik.
- Udang Galah Asam Garam. Udang ini bisa diganti yang udang jenis kecil.
- Babi, yang terdiri dari masakan Sam Chan atau Phak Lo. Masak babi kecap campur haisom, Sawi asin kering, sate babi. Babi ini bisa diganti ayam atau bebek.
- Sup Bebek Asinan Plum. Untuk Asinan Plum bisa diganti dengan Asinan Jeruk Nipis. Asinan ini untuk lidah saya rasanya sedikit aneh. Entahlah mumgkin karena saya asli orang Jawa dan tidak terbiasa dengan asinan.
- Daging ayam yang dimasak ayam arak, ayam serundeng, kari ayam kampong.
- Selada, sayur favorit yang selalu ada di meja makan.

Foto by aksarapangan
Ohya, ayam arak Kachiang ma ini wajib dimakan ibu yang habis melahirkan selama 40 hari lho biar tetap sehat. Terbukti para wanita di Singkawang awet muda dan rata-rata berumur panjang.
Mengikuti webinar ini membuat saya semakin sadar betapa tradisi Indonesia begitu kaya dan beragam. Cang Nyiat Pan di Singkawang ternyata berbeda dari yang saya tahu. Maklum selama ini saya hanya tahu Cap Go Meh versi Jawa. Webinar Aksara Pangan bertajuk Seri Gastronomi Indonesia yang mengangkat tradisi perayaan ini sukses mengobati kerinduan saya yang tak bisa menikmati lontong Cap Go Meh tahun ini.
1 Comment. Leave new
nice sharing