Review Film Lemantun, Cerita Tak Biasa Dari Kisah yang Tak Biasa.
Sebenarnya saya menemukan film ini secara tidak sengaja gegara gabut di rumah sementara pekerjaan lain sudah kelar semua. Menonton film terkadang bisa menjadi salah satu alternatif pelarian mengasyikkan, saat hanya bisa work from home sambil menunggu pandemi corona yang belum juga berlalu.
Tentu saya tak akan asal pilih judul film sembarangan dengan mempertimbangkan dua alasan pribadi. Pertama kuota. Sebagai pekerja freelance yang hanya mengandalkan kuota prabayar saya harus hemat jika tak ingin tekor pulsa di akhir bulan. Yang kedua, efisiensi waktu. Buat saya seorang muslim harus menggunakan waktunya dengan baik. Karena waktu tidak sama dengan uang. Ia lebih berharga. Uang hilang bisa dicari, tapi waktu hilang mau dicari kemana?
Dengan dua alasan itulah, saya hanya melihat film-film pendek berkualitas yang tidak merampok kuota. Meskipun pada akhirnya, tetap saja kuota hilang karena ternyata di youtube berhamburan film-film yang sayang untuk dilewatkan.
Setelah menonton film, sayang aja kalo hanya dibiarkan mengendap di pikiran. Enaknya dibikin ulasan atau resensi sebagai dokumentasi pribadi. Asyiknya kalo kita punya database film yang pernah ditonton. Resensi atau ulasan menurut guru bahasa Indonesia nih kayak gini: (serius dikit ya))
Ulasan film yang lengkap biasanya berisi identitas film sebagai alat pengingat permanen. Identitas sendiri berisi judul dan genre film, sutradara, tahun pembuatan film, rumah produksi, dan durasi waktu tonton.
Selanjutnya, ulasan film diawali bagian pendahuluan, biasanya berisi sinopsis atau garis besar isi film. Selain itu, dalam pendahuluan juga boleh berisi tentang ulasan sutradara, aktor, atau film yang setema. Bagian berikutnya adalah bagian pembahasan. Bagian ini berisi tentang ulasan kelebihan dan kelemahan film.
Untuk penilaian ulasan film bisa dilihat dari aspek penggarapan latar dan penokohan pemain film, konflik yang diciptakan, unsur musikalisasi film, dan aspek yang lain yang masih berhubungan dengan kualitas sebuah film. Terakhir, adalah penutup. Bagian penutup bisa berisi kritik dan saran atau rekomendasi bagi penonton.
Cuma kalo nurutin teori-teori begitu ya gak bakal kelar nulisnya. Ya udahlah, nulis semau saya aja ya. Seingat saya, sesuka saya. Hehe..
Tahu nggak, tips saya kalau memilih film itu mesti yang ada embel-embel penghargaannya, jadi mesti dijamin bagus. Kalau film yang belum tentu bagus, ya biasanya lewat aja. Meskipun kenyataannya belum tentu film yang tidak memasang embel-embel penghargaan di trailernya itu buruk.
Tapi setidaknya dengan adanya embel-embel penghargaan sebagai film ter-anu atau ter-ini saya bisa menghemat waktu hanya menonton film yang benar-benar berkualitas.
Salah satu film yang saya temukan adalah film LEMANTUN karya sutradara muda ciamik, Wregas Bhanuteja. Jarang saya memuji film, kecuali memang benar-benar menyentuh feel saya. In point, film ini menarik baik dari segi sinematografinya maupun casting pemainnya.
Awalnya sempat mikir sih, kok milih tokohnya pas ya? Mereka bikin saya geleng-geleng kepala kok yo natural banget. Ndesooo gitu tapi eksotik. Ngangenin seperti wong Jowo. Haha.. Lha dalah ternyata pemerannya orang teater semua. Yo muesti wae..
Feel saya langsung teraduk-aduk melihat dialog-dialog ndeso dari potret keluarga orang-orang desa yang sukses dan tidak sukses. Mengingatkan pada kehidupan saya dan orang-orang sekitar yang tidak jauh berbeda. Maklum saya juga wong Jowo sing ndeso.
Kisahnya di awali dengan pertemuan keluarga yang terdiri dari seorang ibu dan kelima anaknya. Pertemuan keluarga ini sangat penting karena membicarakan tentang warisan. Berbicara tentang warisan awalnya saya berpikir pasti tidak jauh-jauh dari tanah, rumah, hewan ternak atau emas. Ternyata perkiraan saya salah. Ibu ini hendak mewariskan lemari pada anak-anaknya. Kok lemari? Lalu saya menebak pasti di dalam lemari itu ada kejutan-kejutan semisal barang berharga apa gitu, eh.. ternyata juga tidak ada. Hanya sebuah lemari biasa. That’s it.
Jadi, ceritanya setiap kali melahirkan sosok ibu ini selalu membeli lemari. Entahlah kenapa harus lemari, bukan benda lainnya. Tapi memang begitulah. Lha wong bapak saya dulu beli sepeda ontel sama senapan angin katanya juga buat investasi. Halah emboh lah… Katanya bisa dijual lagi, anggap saja semacam tabungan yang bisa dijual saat butuh uang.
Menurut Mas Wregas, sang sutradara, lemari ini sebenarnya simbol Rahim. Simbol sayang seorang ibu kepada anak-anaknya. Simbol ini terwakili dengan sempurna dalam sosok Tri, anak ketiga yang kurang sukses dibanding saudara-saudaranya yang lain.
Baca juga: Proyek Kebaikan Spontan
Masalahnya lemari-lemari itu harus dibawa ke rumah masing-masing hari itu juga, jika tidak dilaksanakan maka akan ada denda dari sang Ibu. Tentu saja semua anak kelabakan karena mereka jelas tidak siap membawa lemari-lemari itu dengan pertimbangan jarak dan juga kendaraan. Akhirnya semua berusaha segala cara bagaimana caranya agar lemari itu segera dibawa keluar dari rumah itu. Ada yang menyewa mobil, motor tossa, atau menyewa pick up pokoknya yang penting lemari-lemari itu segera dipindahkan.
Saat semua lemari telah diangkut masing-masing, tinggallah Tri yang tidak memiliki rumah karena masih menumpang di rumah ibunya. Tri yang tidak sesukses saudara-saudaranya masih dipandang ’ngrepoti’ ibu karena dianggap belum berkeluarga dan memiliki rumah sendiri.
Sejak awal tokoh Tri seakan menjadi sentral emosi yang mewakili anak yang tidak sukses dibanding saudara-saudara lainnya. Bahkan dari cara duduknya yang ngglempo, sementara yang lain duduk di kursi saja seakan sudah mengambarkan sebuah inferioritas. Dari pekerjaannya yang jual bensin eceran menjadikan ia kalah berdaya dibanding saudaranya yang bertitel.

review lemantun
Gambaran superior dan inferior dalam keluarga sejatinya bukan sesuatu yang aneh. Kita sering melihat sosok-sosok seperti Tri dalam keseharian kita. Persaingan terselubung dibalut kehangatan dalam keluarga seakan menjadi benang halus yang menjerat leher tanpa kita sadari. Apa sih makna kesuksesan sesungguhnya dipandang dari sudut pandang umum? Kehidupan mainstream terkadang menyajikan sebuah kesuksesan semu yang di legitimasi banyak orang.
Sosok Tri yang kemudian meringkuk dalam lemari seperti yang sering dilakukannya saat kecil, begitu kaya makna. Simbol rahim sebagai tempat teraman menjadi pelarian psikologis bagi manusia-manusia pinggiran.
Namun benarkah Tri paling tidak berdaya dibanding keluarganya? Secara umum mungkin iya, tapi mungkin juga tidak. Dengan memilih tetap tinggal bersama ibunya, ia bahkan lebih dominan dibanding saudara-saudaranya yang lain. Kata kunci ‘ngrepoti’ ibu seakan menemui bias saat kita melihat ending film ini.
Udah ah tonton saja lalu tanya pada dirimu sendiri. Kamu itu berdaya tapi ngrepoti, berdaya dan tidak ngrepoti atau golongan tidak ngrepoti sekaligus tidak berdaya? Halah emboh lah…
Eh, yang penasaran filmnya klik aja you tubenya yang full film. Nonton film bareng yuk trus kasih pendapatmu tentang film ini.
60 Comments. Leave new
Waktu habis nonton Lemantun, saya jadi kangen Ibu. Si inferior yg jadi superior. Banyak terjadi d lingkungan, sukses krena tdk trlalu dibebani orangtua dn tidak sukses karena terbebani orangtua. Sungguh khas Wregas, bikin mikirr habis nonton
Di bebani dan terbebani orang tua?
Duh jadi makin penasaran saya sama filmnya
ih sebel deh, kok digantung sih mbak akhirnya, bikin saya penasaran deh. Bagaimana nasib Tri selanjutnya?
Bisa jadi nanti ada Lemantun-2 yaaa Mba Nanik. Wkwkwk.
Saya jarang banget nonton film mba kecuali yang hasil rekomendasi dari orang lain. Kapan-kapan coba nonton ya mba.
Wah, referensi baru nih. Cuss saya bakal cari film ini dan menontonnya karena kalau film Indonesia tentang keluarga gitu INsha Allah bakal saya tonton ketimbang film-film percintaan. Melihat sosok Tri kok jadi sedih ya.
Saya tertarik dengan judulnya, makanya saya langsung cek apakah film ini sudah masuk ke Balinale Film Festival. Ternyata belum. Sayang bangettttt. Sekiranya film ini coba dimasukkan ke sana mungkin akan semakin banyak penghargaan yang didapat. Menonton film-film pendek itu selalu menarik ya.
Film yang spesial ya. Saya sendiri jarang nonton film. Tapi lebih menikmati review dari orang dalam bentuk tulisan. Ya saya lebih suka membaca daripada menonton hehehe…
Penasaran dengan akhir ceritanya film lemantun ini…
Kalau yang ini, dari judulnya saja aku sudah penasaran banget, loh. Apalagi baca review-nya. Nanti coba ah cari-cari, siapa tahu ketemu full movie-nya, Teh. Hihihi …
Meskipun punya akses wifi di rumah, aku juga nggak mau terus-terusan menonton film yang berseri-seri macam drakor. Waktunya itu, lho, sedangkan kegiatan saya banyak banget. Halah sok sibuk. Tapi beneran, kok. Sewaktu nonton rasanya senang, begitu selesai nyesel banget kok sekian jam waktu terbuang hanya untuk menonton sebuah kisah fiksi. Padahal saat itu seharusnya ada hal lain yang lebih penting buat dikerjakan.
Lemantun tuh aku beneran baru denger, lho. Coba nanti kucari. Oya, jadi ingat bahwa ibuku punya sepeda onthel yang nggak pernah dipakai tapi dikeluarkan dari rumah pun nggak boleh. Barangkali beliau investasi juga ya, hahaha …
Sepertinya film ini punya sudut pandang yang unik ya mba. Aku sendiri orang yg gasuka nonton, kecuali benar2 direkomendasikan dan bagus. Tapi baca review ini jadi penasaran juga, asli.
sayapun sering nulis drama korea, karena sering lupa, ini udah nonton belum ya? 😀
kalo dulu buku, suka beli buku yang sama utk kedua kalinya
Karena ngga mau yang baca tulisan saya jadi bingung dengan nama Korea, biasanya saya tambahin opini 😀
Saya belum nonton film ini mba.
Membaca ulasan ini saya jadi penasaran, sudut pandang yang ditawarkan unik ya.
Kelemahan saya habis nonton film mau menuliskan review versi saya, seringnya berakhir diniat aja, hiks.
Lemantun, unik juga namanya, ya. Ini lekat sama kehidupan rakyat Indonesia kayaknya. Udah lama saya enggak nonton film, jadi penasaran sama cerita ini.
Biasanya klo dah dapat rekomendasi film, saya jadi penasaran, cuzz lah mau nonton jg
Saya serius lho bacanya, terus gemas endingnya apaan…huhu. Unik sekali, Mbak film ini, ya. Lain dari biasanya terutama karena diperankan oleh orang-orang teater. Pasti sempurna banget hasilnya. Gimana nih kelanjutan isah si Tri? harus nonton kalau nggak mau penasaran 🙁
Hehe keren amat sih mau nonton film dicek dulu prestasi filmnya, kalo aku sih nonton perhatiin temanya kadang ga tau siapa pemainnya. Nih film jangan2 ada season 2 nya hehe
Jadi pengen nonton lemamtun juga. Cerita khas anak desa ya mbak. Cuma emang gitu sebelnya kalau film pendek, ceritanya ngegantung.
Lah gitu aja cerita Tri? Haddeh, daku memang belum nonton film Lemantun ini. Insya Allah bila ada kesempatan dan kuota berlimpah boleh juga menyaksikannya
hahaha yang paragraf terakhir kan aku jadi bingung, enaknya yang mana nih
film dikemas ala jawa kuno berarti ini, interior dan rumah pun kuno juga, model model waktu aku kecil dulu
yahh mbak kok digantung ceritanya…ku lbh suka baca dari pd nonton..gampang ngantuk.klo nonton pilem hihi enak baca review cerita..
Wah moga-moga Tri endingnya gk dianggap merepotkan ibunya ya. Secars dia kan yg tinggal di rumah ortunya jd bisa merawat ibunya kelak klu sudah sepuh. Sedang saudara2nya yg dianggap sukses dan gk membenai ortu jauh tinggalnya. Etapi jd penasaran sih pngen nonton Lemantun juga, hihi
Film “sederhana penuh makna” ya kayak begini ini.
Film ini banak direkomendasikan teman-teman saya, mereka mayoritas praktisi sineas, sih. Tapi sampai sekarang saya belum nonto, hehehe
Baru dengar film ini..
Ceritanya realita bgt..
Ini film indie kah?
Mungkin mbak tapi lebih ke cinematic
Judulnya bikin penasaran. Baru ngeh saya, dari bahasa Jawa, lemari ya. Sehari-hari orang Jawa memang sarat symbol. Jadi penasaran nih film lengkapnya…
Sama mb. Aku juga kadang film pemdek juga cari yang dapat penghargaan..
Film ini juga membuatku merenung2.. Anak laki2 yang mengorbankan diri tidak menikah demi menemani ibunya ..
Unik idenya..cuman untuk masyarakat Jawa pada umumnya yg spt ini perempuan. Laki2 diberi tnggung jawab lebih. Ya nggak semua sih.. Tgantung kluarga masing2 heheh
tidak menikahnya Tri bukan disengaja karena ingin menemani ibunya. tapi emang belum ketemu jodoh aja sih
“Lemantun” itu bahasa jawa dari kata “lemari”. Ahhh… saya selalu suka film dengan latar budaya Jawa. Mungkin karena saya orang Jawa, jadi seperti melihat adegan sehari-hari di sekitar saya, hehehe..
haha betul mbak. aku yo wong jowo lho
Wauuu…filmnya sangat spesial karena mengangkat masalah yang begitu sederhana namun dikemas lebih menarik. Tema yang begitu dekat dengan kehidupan kita menjadikan film ini lebih berarti.
betul mbak. makanya dapat penghargaan
ahh bisa aja nih resensi bikin penasaran. kenapa dia ngumpet di lemari? jgn-jgn… nntn dimana mbak, bisikin dong linknya
lemari itu simbol rahim sebenarnya. nah sama aja sih kita dulu waktu masih kecil pasti punya tempat “sembunyi” di rumah. kalo saya dulu di belakang kebun dekat pohon buncis. suka banget duduk lama2 di situ. padahal ya nggak ngapa-ngapain. enak aja kayak tenang gitu. nyepi. duluuuu masih SD
cari aja di you tube pake kata kunci lemantun full movie. keluar deh
Huaa.. Suka banget fikm filosofis begini. Jadi inget, nenek saya juga mewariskan lemari ke tujuh anaknya, dan itu jadi rebutan. Hiks
waaaa, ada juga ya keluarga yang dapat warisan lemari. terus yang dapat akhirnya siapa mbak? eh, tapi bener sih. film ini sebenarnya diilhami kisah nyata sutradaranya
“Cuma kalo nurutin teori-teori begitu ya gak bakal kelar nulisnya. Ya udahlah, nulis semau saya aja ya. Seingat saya, sesuka saya. Hehe..” <– mbak ini aku banget ,kalau ngulas film dan drama semau aku aja hahaha.
.
Unik banget ibunya ngasih warisan lemari yang diibaratkan rahim, aku jadi penasaran pengen nonton sendiri. Apakah aku sosok ngerepoti dan tidak berdaya :D. Sosok Tri aku banget deh kalau baca di sini. Tidak sukses dibandingkan saudaranya eh salah aku ganti ah belum sukses aja . Walaupun saudara aku cuma satu sih.
calon sukses embaknya ini mah
Film Lematun ini film festival ya? jadi pengen nonton. Terbebani atau dibebani emang orangtua, cerita yang menarik.
Aku jarang nonton film, cuma drakor yg bikin aku sering nonton.
aku udah move on dari drakor mbak. eh ganti ini sekarang
Duh jadi penasaran,
Tepat banget mbak Santi selesein artikel, pas lagi digiring penasaran karena Tri,
Karena emang sebuah review gak boleh spoiler yak hahah
Aku tau Wregas ini kalau gak salah dari sosmed nya mbak Mira Lesmana dan Riri Reza,
Mungkin anak didikan duo sutradara keren itu makanya wregas pun berjaya walau masih kategori film pendek hehehe
nah tullll
Saya baru denger film Lemantun ini mb santi, tapi sepertinya sarat makna kehidupan sekali ya mb. Jadi penasaran dan harus dicari filmnya trus ditonton biar ga penasaran lagi.
iya, mbak lidia. ini film bikin aku mikir agak dalam. hehe..
Kok namanya Tri? Wwkwk pasti anak ketiga, hehe. Ceritanya unik, jadi ingat emang soal masalah keluarga itu ya kurang lebih begitu hehe. Hmmm, penasaran jadinya
Jadi penasaran sama film Lemantun. Gimana kelanjutan si lemari itu ya? Ini filosofis banget kayaknya ya mba
nah, endingnya ya gitu deh. filosofis lagi. haha..
emang mbak. anak ketiga Tri itu
Saya selalu antusias dengan film berlatar pedesaan dan budaya ini. Ah, semoga bisa meluangkan waktu buat nontonnya. Terima kasih artikelnya, Bu.
Apik mbak ceritane. sayangnya kok aku belum pernah nonton film gini ya. Apakah ini film lokal atau dokumenter? Biasanya aku nonton film yang ditayangkan di bioskop gitu
Noted, siapkan kuota nih buat nonton, kayaknya menarik. Sama seperti saya mbak, biasanya kalau nonton film pilih yang viewernya sudah banyak kalau nggak yo yang sudah bintang 7 di IMDB.
Sempat nonton sekilas aja di FB kayaknya emang seru sih. Film anti mainstream. Ntar kalau inet udah beres pengon nonton yang full dah. Emang terasa deket banget sama realita kita.
Dari baca ulasannya unik ya Mbak filmnya ini karena ide warisan yang diangkat bukan seperti perkiraan kita pada umumnya tapi lemari? Pesan moralnya juga sepertinya bagus nih jadi pengen nonton juga. Penasaran dengan kelanjutan tentang si Tri ini?
keren reviewnya. jadi penasaran sama ceritanya. unik. lemari dan cerita di balik layarnya. halah emboh. nonton aja deh.hahahaha…
Kok aku merasa ini aku banget yaaa hiks hiks secara aku anak bungsu dari 4 saudara yg baru kelar kuliah dan masih tidak berpenghasilan ketimbng kakak²ku yg rumahnya udah mentereng, pun mobil dan emasnya🤓sedngkan aku hanya keseringan numpang😌 berasa saya yang selalu ngerepotin .mereka
Link downloadnya ga sekalian disertakan kak? Hehe
Aku juga anak bungsu btw.meski lainlainnya nggak sama. Cuma ada satu kakak yang mentereng banget
wah aku belum pernah denger film ini bahkan mbak,,, untungnya baca ini
tertarik bgt buat nonton, kayakya film sederhana yg kayak makna ni film
amam