Sengaja judul di atas saya pilih melihat fenomena yang berkembang di lingkungan sekolah belakangan ini. Seyogyanya sekolah adalah tempat prestisius dan utama bagi anak-anak untuk belajar berbagai ilmu pengetahuan, tata karma dan sopan santun. Namun saat ini tugas mulia ini tidak mampu sepenuhnya diampu oleh lembaga sekolah. Karena ternyata dari pergaulan di sekolah anak-anak juga belajar “nakal” dari teman-temannya.
Apakah anda pernah mendengar idiom yang selama ini beredar di masyarakat? Jika seorang perampok kelas teri ditangkap lalu dipenjara, maka sekeluarnya dari penjara bukannya tobat malah menjadi perampok kelas kakap. Penjara yang fungsi awalnya digunakan untuk”menghukum” ternyata malah berubah fungsi menjadi tempat “belajar”. Analogi ini mengingatkannya saya pada kondisi sekolah-sekolah yang ada disekitar kita.
Banyak penelitian menunjukkan, awal mula anak mulai coba-coba merokok ternyata justru dari teman-temannya di sekolah. Dari coba-coba rokok ini akhirnya mereka mencoba minuman keras dan narkoba. Setelah itu pintu gerbang kenakalan – kenakalan lainnya akan terbuka. Mereka mulai berani mencuri, berbohong, membolos, dan tawuran. Banyak kasus anak yang dirumah terkenal pendiam dan relatif baik, ternyata berbuat kasus di sekolah.
Menurut istilah kamus bahasa Indonesia, kenakalan remaja adalah adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan, atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa. Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Kenakalan remaja ini mendapat perhatian secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak bermasalah pada tahun 1899 di Illionis, Amerika Serikat.
Sejak saat itu mata dunia terbuka dan menyadari kenakalan remaja adalah isu penting yang seharusnya mendapatkan perhatian secara khusus. Saat ini kenakalan remaja menjadi isu penting dan bahkan mendasari tercetusnya ide tentang kurikulum sekolah berkarakter.
Ada banyak jenis kenakalan remaja yang biasanya dilakukan anak-anak sekolah, mulai dari yang ringan seperti suka bolos, tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, menyontek, merokok, sampai yang berat seperti misalnya tawuran, narkoba dan pergaulan bebas. Kenakalan ini terjadi karena faktor internal maupun eksternal.
Faktor internal terjadi karena adanya perubahan biologis dan sosiologis dalam diri anak-anak tersebut. Pada masa ini terjadi krisis identitas pada mereka, hal ini disebabkan karena adanya keinginan untuk diakui lingkungan dan tercapainya identitas peran. Kegagalan dalam mencapai pengakuan dan identitas peran inilah yang seringkali menjadi penyebab utama kenakalan remaja.
Sesungguhnya tidak ada anak yang nakal, mereka hanya butuh perhatian dan penanganan khusus karena adanya kegagalan mencapai identitas peran yang diharapkan. Keadaan ini membuat mereka frustasi dan mengekspresikannya ke dalam perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai norma. Dengan bantuan yang tepat dan intensif, mereka akan dapat melampaui masa-masa sulit ini.
Pada masa transisi, kebutuhan bersosialisasi menempati urutan utama dalam prioritas kehidupan mereka. Sehingga amat penting bagi mereka untuk merasa diterima di lingkungannya. Pendapat teman dan orang luar akan sangat berarti sehingga kesalahan memilih teman bergaul akan membawa dampak yang signifikan.
Di sinilah pentingnya kontrol diri. Apabila kontrol diri seorang remaja tersebut kuat, maka para remaja ini tidak akan mudah terseret kedalam kenakalan. Selain itu, perceraian, perselisihan antar anggota keluarga, rendahnya pendidikan agama dan budi pekerti juga penyebab yang perlu diwaspadai.
Di sekolah, anak-anak tidak hanya belajar ilmu pengetahuan, mereka juga belajar bergaul. Kita mahfum, tidak semua anak memiliki kontrol diri yang kuat dan mampu membentengi dirinya dari pergaulan yang salah. Apalagi dimasa pertumbuhan dimana mereka masih mencari jati diri dan butuh pengakuan. Ingin coba-coba dan ingin dianggap keren adalah alasan utama yang membuat mereka mau melakukan apapun agar diterima dalam pergaulan.
Lalu bagaimanakah sikap kita sebagai seorang guru? Kita tidak mungkin mengawasi mereka 24 jam. Kita juga tak mungkin menelisik apa yang mereka bicarakan dengan teman-teman mereka. Pun kita tak mungkin mendikte dengan siapa mereka harus berteman.
Waktu kita di sekolah amat terbatas. Belum lagi tuntutan administrasi dan seabrek tugas tambahan seringkali membuat kita kehabisan energi sehingga tidak bisa optimal dalam mengawasi anak-anak ini. Pentingnya kualitas dan peranan seorang guru berdampingan dengan banyaknya problematika yang dihadapi oleh para guru. Tuntutan profesi guru yang terus bertambah dari tahun ke tahun selalu menjadi PR tersendiri.
Bagaimanakah kita harus bersikap? Lemahnya kontrol ini dapat dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Seorang anak seharusnya mendapatkan banyak keteladanan dari figur-figur dewasa yang telah melampaui dan terbukti mampu mengatasi masa-masa seperti yang mereka alami saat ini. Dengan begitu mereka akan mendapatkan contoh nyata bagaimana harus bersikap dan bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Guru yang notabene adalah “orang tua” siswa di sekolah seharusnya mampu menjadi teladan yang baik dalam bergaul, berperilaku dan bersikap di lingkungan sekolah. Dengan begitu hal ini dapat menjadi salah satu solusi bagi lembaga sekolah untuk memberikan lingkungan yang kondusif dan harmonis bagi anak-anak ini.
Di sinilah beratnya tanggung jawab seorang guru. Tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu tapi juga mampu memberi contoh bagaimana berperilaku di masyarakat. Sebagai seorang role model, guru akan selalu menjadi pusat perhatian murid-muridnya mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut. Prilaku kita akan selalu menjadi sorotan. Sedikit saja mereka melihat ada kesalahan, maka mereka tidak akan percaya lagi.
Sesungguhnya murid-murid kita adalah cerminan kita sendiri. Bukankah ada peribahasa guru kencing berdiri, murid kencing berlari? Anak-anak adalah peniru yang ulung. Jika semakin banyak guru yang mampu menjadikan dirinya teladan bagi muridnya, semakin banyak pula murid di sekolah tersebut yang mampu memilah perilaku mana yang baik dan tidak. Karena contoh teladan itu ada dan nyata di depan mereka. Bukan hanya himbauan atau perintah saja.
Sikap keteladanan akan lebih efektif daripada sekedar kata-kata. Bagaimana kita akan mendidik kedisliplinan jika kita masih suka datang terlambat. Bagaimana kita bisa memerintahkan anak-anak untuk menjaga kebersihan jika kita saja masih juga buang sampah sembarangan dilingkungan sekolah.
Baca juga: Banyak Anak Suka Belajar Tapi Tak Suka Sekolah
Bagaimana kita bisa menularkan semangat pada anak-anak, jika kitapun malas belajar sesuatu yang baru. Bagaimana kita mengajarkan tanggung jawab pada anak-anak jika kita mengajar hanya untuk menggugurkan kewajiban. Tidak memberikan cap-cap khusus yang berkonotasi negatif bahkan pada anak yang bermasalah sekalipun, misal dengan menjulukinya “si Bodoh, Trouble maker, Si Malas dan lain sebagainya.” Sebagai seorang guru, kita seharusnya mampu menjaga ucapan di depan kelas dan memperlakukan mereka dengan layak.
Didalam suatu kelas, biasanya ada murid tertentu yang bermasalah dengan identitas perannya. Mereka biasanya suka sekali mempengaruhi teman-temannya untuk melakukan hal-hal yang negatif. Tugas kita mencegah agar pengaruh anak ini tidak menular ke teman lainnya. Kita harus mampu memegang simpul-simpul di kelas sehingga teman-temannya tidak ikut-ikutan. Selain perhatian dan penanganan khusus dapat dilakukan agar anak tersebut dapat melampaui masa-masa sulitnya.
Sesungguhnya beruntungnya kita menjadi seorang guru, karena jariyah ilmu adalah sedekah yang tidak akan putus walau kita telah meninggalkan dunia. Memberikan teladan yang baik sekaligus mendoakan agar kelak mereka mampu menjadi pembangkit generasi di zamannya. Hanya mengeluh tentang anak-anak yang nakal, takkan menyelesaikan masalah. Solusinya adalah menjadikan kita sebagai sebagai teladan – teladan yang berjalan. Semakin banyak mereka mendapatkan contoh teladan di sekolah, semakin mudah mereka mengenali mana perilaku yang boleh dilakukan, dan mana yang dilarang. Karena contoh itu nyata dan mereka temui setiap hari di sekolah.
Mari kita jaga agar sekolah hanya menjadi tempat berbagi ilmu, belajar tata karma dan sopan santun. Bukan tempat belajar “nakal”. Karena bisa jadi salah satu dari anak-anak itu adalah tangga kita menuju surga-Nya.
Baca juga: 12 Cara Belajar Asyik Dan Efektif
1 Comment. Leave new
Semoga banyak guru yang berfikir demikian, semoga guru mampu menjadi teladan.